About Me

Foto saya
Indonesia
Analytic person, Fantastic dreamer, Sensitive feeling, but actually I am kind, friendly and fun

Rabu, 23 Februari 2011

Tentang Feminisme

Kalau di dunia saat ini didirikan yayasan panti galau, mungkin saya akan cukup lama bergabung di dalamnya. Terlebih, saya tidak kunjung menemukan kepastian dalam hidup saya. Orang bilang, saat saya kian galau, saya akan kembali kepada sesuatu untuk menumpahkan segalanya, dan jika saya menemukan kesenangan saya, biarkan tidak seorang pun mengganggu saya. Cukup ekstrim bukan?! Baiklah jejak-jejak dalam perjalanan hidup tidak sepenuhnya dapat dihapus, tapi juga akan hilang dengan sendirinya. Apapun itu, tidak peduli bagaimana ekspresi wajahmu saat itu, tapi hidup memiliki setiap persepsi di dalam setiap otak yang sudah pasti terkotak-kotak. Berbicara tentang isi kepala yang terpilah-pilah ini, entah kenapa saya ingin sekali menyatukan misi saya. Kamu tahu, saat seseorang merasa cocok, nyaman dan sependapat. Itu yang sesungguhnya saya inginkan. Bagi saya ini adalah fondasi pertama dalam membangun suatu interkoneksi, saya ingin tau apa yang ada di dalam kepala seseorang dan kemudian cara dia mengungkapkan. Secara kasat mata, ada ekspresi, gaya bahasa, gaya lingkung dan intonasi di dalamnya. Jika itu menyejukkan, saya tidak akan menangkis tentunya. Namun, apa yang terjadi jika ini membuat anda berada di batas kesabaran. Seperti omong kosong seorang politisi yang membuat orang lain enggan atau bahkan muak untuk mendengarkannya terlebih untuk dibagi. Simpan saja, tapi mungkin bukan untuk saya. Berbeda dengan seorang pedagang keliling yang tidak tahu menahu tapi mampu mengeluarkan kata kata emasnya. Ya anggap saja begitu yang saya tekankan dalam suatu interaksi.

Lalu bagaimana dengan pendapat anda, pendapat saya, pendapat kita?! Begini, saya menganggap diri saya ini bukan manusia sempurna seutuhnya, namun suatu saat saya akan disempurnakan. Begitu?! Konyol kedengarannya, saya seperti punguk yang setiap malam merindukan bulan-bulanannya. Saya, terlahir dan terlempar ke dalam keadaan yang bukan pilihan saya tentunya. Jika suatu quote mengatakan hidup itu 90% usaha dan 10% -nya lagi destiny, mungkin inilah bagian dari destiny itu. Perempuan, lahir, mati, dan orang tua tentunya. Saya ambil identitas saya yang pertama, PEREMPUAN. Mengapa saya dilahirkan sebagai seorang perempuan? Kemudian saya tepat dioposisikan dengan saudara saya satu-satunya yang pria. Dia hadir lebih dulu dari saya. Tepat, dia akan menjadi wadah semua harapan. Lalu ketika oposisi ekstrim ini disandingkan, sistem partiarki pun akan secara otomatis termanifestasikan. Sejak kecil, sejak anda tahu yang mana ayah dan yang mana ibu, sejak anda mampu memahami bahasa, sejak anda terpercikan dengan sistem dalam lingkungan sosial anda. Maka saya sebagai perempuan akan merasa saya lumpuh. Saya perlu ditopang, perlu dilindungi, perlu dibawahkan. Secara ontologis, kehidupan biologis saya terkibiri, secara ekonomi saya langsung menggantungkan semuanya pada sang ayah, secara psikologis saya langsung terdeterminasi sebagai makhluk lemah, tidak pantas dan tidak kuat untuk melakukan hal apapun. Lihat, di depan sana ada yang akan menanggung semuanya. Masalah derajat bagaimana? Saya tidak tahu. Yang saya tahu Adam diciptakan sebagai manusia, dan bukan sebagai manusia pertama dan laki-laki. Maka derajat manusia itu sama. Dan setelah itu terbagi menjadi dua identifikasi biologis, adam dan hawa, ini seketika. Lalu ke-25 nabi semuanya laki-laki, lalu imam dihalalkan laki-laki. Lalu orang nasrani menyebutnya Bapa di surga, atau Budha yang tentunya Sidarta Gautama itu laki-laki. Baiklah, Tuhan sekalipun menjanjikan hampir kebanyakan perempuan nantinya menjadi pagar ayu di neraka. Kalau begitu ini sudah menjadi sebuah script?! Begitukah?! Mengapa saat kami terlahirkan dan terlempar sudah dapat diperkirakan keberadaan akhirnya. Baiklah ini di luar kuasa saya. Layaknya menerka-nerka yang tidak saya tau pasti dan saya berskeptis. Lepaskan keterlibatan sudut pandang religi. Saya ingin saya dan laki-laki berada di satu start yang sama. Demi apapun di dunia ini, saya tidak rela dijadikan objek penuh bagi dia yang berlagak dengan sok hebatnnya! Ketika perempuan mengenakan pakaian apapun yang ia suka, makhluk yang bernama pria ini terangsang birahinya, terimajinasi dalam pikirannya, lalu melakukan tindakan apapun yang ia inginkan, karena ia merasa ia kuat. Di sini, perempuan akan disalahkan penuh dan laki-laki mampu mengelak. Kenapa dari isi kepala mereka yang mereka buat sendiri menyudutkan objek di depannya?! "Urusanmu apa yang ada di kepalamu bukan?!" Maka mereka akan berkata tutup tubuhmu. Kenapa mereka juga tidak menutup bagian tubuhnya??! Kita ambil perumpamaan tindak pemerkosaan, kenapa perempuan yang harus dibungkus, kenapa tidak pen*s laki-laki saja yang dibungkus. Maka saya setuju dengan pendapat ini.

Tidak ada matriaki  apapun yang ingin saya rendahkan. Sekali lagi saya hanya ingin kita berada di garis start yang sama. Perempuan terlahir dengan cita-cita, pria pun demikian. Saya ingin mengejar apa yang saya inginkan dengan fleksibel tentunya. Tidak ada yang tidak memungkinkan untuk suatu peranan tugas tertentu. Tidak ada.. Pada akhirnya kita saling membutuhkan, kita sama-sama sebagai subjek yang tidak ingin diobjekkan. Kita saling mengisi, kita saling meninggikan, saling melengkapi. Kita adalah dua patahan sayap yang terpisah...