About Me

Foto saya
Indonesia
Analytic person, Fantastic dreamer, Sensitive feeling, but actually I am kind, friendly and fun
Tampilkan postingan dengan label Disgusting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Disgusting. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Agustus 2015

Terapi Trilogi Rasa

Terapi.. Terapi.. Terapi..
Kalo saya penderita penyakit, pasti sudah collapse karena ngga pernah melakukan terapi. Atau bisa juga dibilang sembuh total karena ngga butuh terapi lagi.
Tapi saya tidak bisa meninggalkan keadiksian saya pada terapi saya ini. Ini membuat merasa lebih baik. Entah dengan siapa yang melihat, apa yang mereka fikirkan tentang saya. Mengenal saya kah, tidak kenal kah, mencibir kah, mengagumi kah. Sirkulasi yang pasti jarak 'others' ini berkisar seperti bumi dan matahari. Hanya kebetulan yang bisa mempertemukan kita dari ribuan probabilitas semu ini.
Baiklah sudah tidak tahu lagi bagaimana bermain kata untuk menutupinya agar terlihat tidak terlalu sederhana, menyedihkan, hanya begitu saja, atau apalah. Saya kehabisan tudung penutup. Akan saya buka saja semua, berharap orang jahat jauh peredaran ini.

Pembahasan subtitel disini adalah trilogi rasa. Karena saking sibuknya saya akhir-akhir ini. Atau karena miskin koneksi internet. Atau kehilangan perkakas jaringan media. Atau karena a, b, c, yang too much reasons saya mau bercerita tentang 3 hal yang sedang bergelut dengan keseharian saya selama ini. Mau saya mulai dari mana kah  terapi saya ini. Kita mulai dengan yang kesehariannya paling dekat. My new life, new adventure.


Berjarak kurang lebih 40 km dari persinggahan hidup menuju kantor saya. Segala perbincangan mengenai jaraknya yang dibilang antariksa, antar galaksi, antar roket lalalala.. Saya sudah khatam. Tetapi alih-alih pergunjingan dan metafora yang makin hiperbola kalah dengan hangatnya tali keluarga yang mendekat, mengisi sisi gelap, dan menjalin tali kekurangan. Lebih dekat saya perhatikan, inilah rumah saya. Nyaman tidak jauh dari jalanan besar, pusat mall, brand-brand yang dibutuhkan cepat, dan yang paling utama adalah pertolangan pertama dari kakak ipar.
Berdomisili di sisi Barat daerah planet lain ini, berhimpitan dengan perumahan terkenal yang konon kaum elite yang mendiaminya (dimana harga rumah tipe 36 saja lebih dari 1 M), saya mendiami sebuah perumahan di tengah perkampungan kota "Bekasi". Logat yang kasar keras berayun nada betawi tapi berhati baik, membuat saya tidak terlalu khawatir membaur. Sebuah perumahan kecil untuk keluarga yang rata-rata memiliki 1 atau 2 buah anak, dengan fase keluarga berkembang, adalah anggotanya. Tidak terlalu buruk, tapi juga tidak terlalu prestige. Simple kata saya sangat betah di antariksa ini. Tepat berjarak 2 rumah dari saya, adalah kediaman kakak ipar saya yang lebih dahulu ber-suhu dan bersosialisasi. Sontak hal ini membuat saya tidak begitu kesusahan adaptasi, plus minta tolong sebagai semua tumpuan P3K. Setelah melihat kenyamanan ini, ibu saya pun mengiba agar anak-anaknya pun berkumpul satu arena. Jakarta yang sulit dicapai oleh jarak tempuh dan waktu, belum lagi ditambah sarang kemacetan, maka dengan segala kebetulan tersisalah 3 rumah kosong di pojokan. 2 dari 3 rumah diambil kakak
kandung saya dan kakak ipar saya. Maka jadilah 4 dari 20 rumah disana adalah seperkandung sepertalian. Menepis segala ketakutan dan kekhawatiran. Alhamdulillah sampai saat ini semua sangat baik-baik saja. Itu sebabnya atas rezeki yang begitu banyak ini, saya takut Tuhan marah. Semoga kami selalu statis pada apapun gelombangnya. Keseharian saya lakukan begitu saja. Saya tahu di luar sana banyak yang tidak seberuntung ini, saya berusaha menjaga segala tatanan cosmogenik ini sebaik-baiknya. Pagi saya lewati dengan bangun pukul 5 am subuh, dan ini adalah sebuah keharusan. 3 buah opsi menawarkan untuk dilewati. Tapi saya memilih bis biru nan gagah, bersih, dingin, dan sedikit sombong untuk terus berjalan meskipun kita sudah berlari-lari mengejarnya. Setelah menyetor tubuh saya ke dalamnya. Saya diperbolehkan meneruskan tidur yang kurang tadi. Kemudian untuk sangketa pemulangan ke kandang. Biasanya saya memilih berkereta. Namun kelelahan menepis suku barbar dan primitif yang semuanya ingin masuk ke dalam transportasi yang dibatasi itu akhirnya melumpuhkan saya. Entah karena pembuluh kapiler sedang membelah menjadi 2, tapi akhirnya Tuhan masih belum mempercayakan saya. Memilih opsi sayang tubuh sayang jasmani, saya pun harus sampai di rumah paling cepat jam 8. Keseharian berjalan nikmat dengan saya yang membawa diri ini seorang diri. Entah bagaimana dengan nanti. Bagaimana saya mengurus anak-anak yang saya doakan dalam setiap sujud saya sekarang.


Maka masuklah pembicaraan ini ke analogi rasa yang kedua. Masih berkutat pada Dream.

Ohh..,, dan apakah saya seorang pemuja mimpi hingga selalu tertidur dan lupa rasanya pada kedunia-an yang sesungguhnya.

Ohh.. Dan adakah karma yang menyusup pada pertalian takdir sehingga adakala ketika saya salah berucap dan menjadikan titik hitam pada hati yang sebelumnya putih, hingga termakan semua bulat-bulat..

Ohh. Dan adakah semacam kesabaran tengah diuji buah dari hasil entah dikali entah ditambah entah untuk menikmati hasil yang juga entah.

Tuhan, aku tidak pernah kecewa padaMu. Aku kecewa pada limit diriku. Jika memori silam kupanggil, dan betapa keberuntungan selalu ada di pihakku. Tapi semua perlahan berubah. Saat kita tidak lagi ingin menjadi pemeran utama. Krisis inner maupun outer melumpuhkan semua. Tidak lagi menjadi aurora pada rintihan gelap. Semua menjadi sama. Saya mengikhlaskan keterlemparan yang saya sadari untuk terlempar. Tidak kunjung menemukan temali untuk mengangkat posisi. Sepertinya hidup menjadi para penonton ombak yang berguncang. Dilapisi kaca yang begitu tebal maka resmilah kita sebagai penonton. Haruskah saya protes, bahwa saya sudah terlantung-lantung selama 3 tahun ini. Hampir pingsan, kecopetan, hingga perjuangan sejenis apapun sudah saya lewati.
Lagi-lagi entah bayangan gelap apa yang mengikuti, ada saja kegagalan menyambut hari-hari.

Iri.., iya iri berat dengan mereka yang tidak memakan waktu berjam-jam untuk tiba di rumah. Baju tidak turut lecek, bersuhu udara dingin tanpa merusak make up, atau berdesak-desakan antara hidup dan mati. Hidup tenang dan begitu nyaman. Uang, jabatan, dan kehormatan mengalir turun temurun. Semua respect-hormat dan tahu menahu jenis kulit apa yang menempel pada tubuhmu. Penghasilanmu hanya digunakan semata-mata membeli beberapa jenis lipstik 500K. Tidak ada yang perlu kau lawan, kau susah payah mencari mengumpulkan, semua akan mengalir sesuai arahnya.Indahnya. Meskipun nominal gaji tidak seberapa. Tapi posisinya konon sangat terhormat. Bulat-bulat aku menelan performa garis keturunan serba ada ini. Nominal gaji saya yang tidak seberapa ini tidak pernah naik menjadi yang diimpikan selang 3 tahun terakhir. Harus mengencangkan ikat pinggang ekstra untuk mengumpulkan uang tabungan kisaran 30 jutaan dalam rentang waktu setahun. Untuk membeli antibiota impian, atau mencukupi printilan pernikahan. Kutu loncat tidak menjadi bagian dari takdirku sebagai penjurus departemen tidak awam, yang konon tidak begitu dibutuhkan. Sekali lagi telan bulat-bulat. Magister juga bukan pilihan baik mengingat kehidupan pasca menikah dibutuhkan kemapanan untuk menyambut jabang bayi agar tidak kurang suatu apa.
Maka, jadilah kita menunggu keajaiban yang entah apa. Impian Milik Negara yang menjamin uang pensiunan anak cucu ketika raga tidak lagi bernyawa runtuh. Hadiah Tuhan pada dua kesempatan silam gagal hingga proses wawancara. Dan tahun ini moratorium membekukan harapan manusia di ujung tanduk ini.
Inilah ranah bumi manusia yang harus ditepis. Kegagalan bukanlah impian. Tapi selalu ada di depan pintu. Menyapa kalau-kalau kamu mau lagi dibawanya.


Tiba pada antalogi rasa yang ketiga.
Proses menulis serdadu menjijikan ini harus banget dilalui? Sooo.., SUCK!!
Ternyata menginjakkan kaki di J town ini. Masih ada orang 'ndeso yang ngga ngerti arti kata "each other" dan ga bisa nulis "tuesday" atau "thursday". Atau di tengah socmed yg terkenal "PATH" ditulis "repeat". Betapa di era yang bahkan anak playgroup serba ke-Bahasa Inggris-an, ada manusia jetlag yang masih se-bodoh ini. Buat apa saya sekolah sampai sejauh ini, menghabiskan biaya yang iba kalau flashback ngeliat keringet orang tua yang jatuh, untuk digabungkan atau bahkan di-bawahi dengan manusia tipekal naudzubillah mendzalik ini. Ada 11 bulan yang harus diitung mundur untuk merubah nasib. Atau justru takdir yang menyapa duuan dengan sangat baik untuk merubah segalanya.

Kemudian adalagi pelacur, pemfitnah, orang susah yang pura-pura kaya raya, dan penyombong yang ngga punya apa-apa. Yang urusan rumahnya serba tak terurus dan urusan manusia lain menjadi kambing hitamnya. Yang menjilat penuh aneka rasa, berpura-pura menjadi kaum sufi padahal jelmaan pendosa, penzina, pemaksiat besar. Sangat menjijikan sodara-sodara. Air Wudhu hampir tidak pernah membasahi wajahnya. Hidup yang sangat rendah tapi berbicara meninggi. Ambisius mengejar hibah yang bukan dari hasil keringat. Tapi hasil menjilat mungkin. Lidah setajam pisau memojokkan sesorang pada posisi terdzalimi. Demi waktu yang mengalir lebih panjang, aku ingin sekali menyaksikan keruntuhan kaum ini. Semoga Tuhan menutup pintu hidayahnya bagi mereka.
-bersambung-


Jumat, 21 September 2012

Ohh, Heaven Save me

Suddenly, getting an attack from inside...
I wanna drag anything six feet under scream.. Down to the earth...
Ohh, heaven save me..

Beruntung dunia yang ada di hadapku luas.. Bukan melulu itu-itu saja..
Pembelaan?! Untuk apa pembelaan.. Mereka yang tahu tentang aku, atau semesta yang melihat lebih waras..
Dan mungkin pernah salah..
Kalau mereka wajar, kalau saya fatal?!
Sampai menggali ke urat nadi, mungkin belum puas kalau belum menemukan biduk ulat larva..

Jangan terlalu berhati-hati melangkah.. Tantang saja ambisi karena beruntung dunia ini luas..
Menikmati detik yang berharga, lautan persepsi, atau sensasi visual yang memang harus disukuri..

God, it's up to you...

Kamis, 12 Juli 2012

Pelajaran Moral #Friday13

1. Some people around want you to be an evil, devilish, stained with sin. They don't want you on the right path. Then they call it hypocritical. If it make them happy, so be a whole! An half make you confused. Be an evil and dig thing down to the core.


Choose your way, suffering with much of slander, or strong like an evil!


2. Hidupkan kembali Liberalisme!
Dihidupi dengan patahan kata penenang hati, yang terkadang menjadikan candu, memang menyenangkan. Apa jadinya kalau manusia ini buta dari objektivism? Terjejal oleh satu idealis metafisik hingga tidak bisa memuntahkan rasionalis yang logis.
Bung, hidup ini liberal, negara ini demokrasi dan multikultural! Jika hanya ingin menghidupkan satu kepercayaan dan mematikan manusia lain karenanya, apa bedanya kita dengan komunis?! Bentuk saja negaramu sendiri, atau pergilah dari sini dan temukan tempat yang seiring dengan kemauanmu.

Bukankah kita menjadi unik karena perbedaan, dan menjadi hidup karena pemahaman...


3. Red Ink..
Konyol! Kekuasaan, Uang dan Penis akan membuatmu tangguh tak terkalahkan.
Lalu bagaimana Tuhan mengkebiri semuanya satu per satu

Weightness tidak akan berdamai dengan lightness..

Kamis, 19 Januari 2012

Sophia dan Philo I

Kalau suatu hari nanti saya sudah bebas dari lingkaran hitam yang  selalu ada di atas kepala saya ini, saya akan memberikan sedikit jabaran pengenalan. Dengan ditambahkan kronologis bagaimana bisa kaki saya menginjak ruang yang sangat ajaib ini, hingga kini saya jatuh cinta setengah mati padanya. Diberi sedikit deskripsi  latar belakang campuran perspektif modern, postmodern hingga kontemporer saja mungkin.
Bagaimana sedari awal mencoba beradaptasi, mengelak, menghujat dan dihujat, hingga akhirnya merasakan seperti kesatuan yang sulit dipisahkan. Benar-benar merasa sophia itu sangat berharga.
Gusti, gusti. Sungguh maha membolak-balikan hati. Sekarang rasa sukur menjadi tak henti-henti terucap. :)

Rabu, 11 Januari 2012

Dibalik Bunga dan Binatang Kesukaan

Maya 23 tahun, teman sebelah kamar saya, suatu hari melontarkan beberapa pertanyaan di sela-sela obrolan ngga penting..

M : Ty, bunga apa yang paling lo suka?
A : Bunga?? Spesifik?
M: Ngga juga, terserah apa aja..
A : Gue paling suka bunga yang warnanya putih may, apa aja deh yang penting warnanya putih.

Berfikir untuk menyatakan mawar, tapi saya tidak suka durinya. Selain mawar saya tidak tahu nama bunga lain yang berwarna putih. Kemudian pikiran saya terbawa pada perpisahan kelas 3 SMA ketika mantan membawa bunga warna putih untuk saya. Saya tidak tahu apa namanya, sederhana, simple, tapi saya suka. Ya, tidak munafik, saya paling suka jika seorang pria memberi saya bunga.

M : Hmm, gitu.. Oke, kalo binatang lo paling suka apa?
A : Gw ngga suka binatang. Satu pun..
M : Ya nggak bisa lah, harus ada dong! Paling ngga satu yang paling mendekati..
A : Aduh may, mending boneka deh daripada binatang. Gue ngga suka binatang.
M : Lah, emangnya kenapa? Sebutin laaahh, satu aja, satuuu..
A : Gue ngga suka binatang may. Kucing yang tampangnya unyu juga bisa nyakar majikannya. Apalagi yang buas. Uda dimakan pasti. Kelinci yang kata orang lucu juga gue ngga suka kalo uda buang kotoran dimana-mana. Bahkan, ketika temen-temen gue ngga tega makan sate kelinci, gue dengan lahap dan nikmatnya asik-asik aja tuh.. Masa gue sebut binatang melata sih. Ngga mau ahh..
M : Gila, parah lo! Uda deh buruan sebutin satu doang yang paling ga berisiko menurut elo!
A : Ihh, apaan sih. Yauda deh, IKAN.
M : Ikan?? Kenapa?
A : Karena sama dengan zodiak gue, pisces. 
M : Yang jelas dong alesannya kenapa?
A : Well, karena gue ngga perlu kontak fisik ama ikan. So, gue ngga bakal disakitin, digigit, ato dicakar. (Iya kali ikan bisa gitu). Gue bisa ngeliatin tingkah lakunya dengan dibatasin kaca akuarium kan, ngga perlu gue sentuh. Hahahaha.. Ngga rempong bok, paling tinggal gue kasih makan doang.

M : Hahaha.. Okeoke, jadi pertanyaan gue tadi mewakili diri elo sebagai bunga dan cowok idaman elo sebagai binatangnya.
A : *hening...

Selasa, 10 Januari 2012

Despaire

Sedang ironi. Gelisah yang snagat besar, tak karuan.
Saya harus memeluk teman-teman saya ketika saya sendiri butuh pelukan besar.
Terpaksa memasang raut senyum terlebar, ketika mata saya kosong.
Membekas hari-hari yang paling hancur dari pada hari-hari saat itu..

Haruskah melakukan hal ekstrim, semua juga sudah hancur dan berantakan. Buat ini lebih hancur lagi, atau justru sebaliknya.. Keterlemparan jenis apa ini?!

Persiapkan mental dengan risiko terburuk atau merubah pikiran menjadi energi positif.

Ohh Lord, I'm craving for meine Humaniora..

Jumat, 18 November 2011

only comes in the right time...

Saat perempuan di titik nol, saya pikir mudah memasuki rongga-rongga stigma di peredaran hati. Saya tidak butuh apa, saya hanya takut sendirian untuk berjalan menapaki langkah demi langkah. Saya khawatir akan ketidakpastian duniawi. Saya lelah. Saya cemas. Karena bagi saya, ini mengerikan. Saya tidak berarti. Saya kaum peraduan kekalahan. Saya tidak sanggup memulai. Tapi saya juga tidak mau dibuai iming-iming fiksi mini.


Mudah bagi saya menjatuhkan hati ini dimana saja. Tapi akankah dia menembus hierarki teratas saat saya ada dititik nol. Saya kosong, saya tidak berfikir apa. Mencari persamaan atau mindset idaman tidak juga saya temukan. Sudahlah, dia diam dan hanya berdiri disini mungkin sudah cukup.


Kemudian keadaan membalik, saya harus diam. Terjadi fenomena monotonisasi satu arah. Kualitas diri yang membutuhkan pembidanan menjadi tumpul. Ulasan demi ulasan hanya membuat saya merindukan orang lain disana. Membuat saya ingin berlari mencarinya, atau sekedar memeluknya karena rindu yang tak pernah habis dimakan waktu. Determinasi perempuan bodoh yang habis dimakan perasaan. Keadaan yang mungkin tidak pernah menjadi causa timbal balik.
Saya benci ini, harus membanding-bandingkan ataupun berharap keadaan sempurna yang memang tidak pernah ada. Sampai saat ini saya mencoba menerima, tanpa alasan yang tepat untuk beralih.
Sudahlah, kenapa manusia selalu dibebani tampilan kasat mata. Kenapa keistimewaan buah dari kepalanya tidak bisa melengkapi diri saya yang kosong. Kenapa?? Kenapa ini menjadi satu arah, satu persepsi, satu asumsi, satu penerimaan, satu determinan, satu, dan hanya satu,.. Mungkin karena alasannya memang cuma satu...


Harusnya saat ini saya penuh rasa syukur, saya kasmaran, saya dikelilingi bunga imajinasi yang segar serta pacuan jantung yang lebih dari biasanya. Seketika fikiran harusnya langsung dipenuhi beban-beban pembuang waktu tak berguna. Kemudian penantian, kemudian pengharapan, kemudian iming-iming ketidakpastian. Kemudian peraduan argumen di kepala, kemudian uji hipotesa penerimaan atau penolakan tanda persetujuan. Kemudian kaki kembali menyentuh tanah. Tentang realitas yang kian jauh. Tentang mimpi yang tidak boleh berubah. Tentang hariku yang membutuhkan fase metamorfosa...
Serahkan sajalah, pada akhirnya tetap saja saya yang harus menentukan kehidupan saya sendiri. Mungkin dia jawabannya, atau mungkin Tuhan sedang mecoba melunakkan hati saya. Mungkin Tuhan ingin saya yang lebih baik. Atau mungkin kembali pada iming-iming fiksi mini peraduan dari kaum kekalahan.
Mungkin Dia akan ada di saat yang tepat. Dia.. Siapa Dia??

Kamis, 26 Agustus 2010

Tentang...


Meskipun hidup penuh dengan pilihan,
Tapi hidup juga penuh dengan jalan untuk menjawab pilihan-pilihan itu...



Dari setiap jiwa di hadapku...

Aku mengerti setiap gundah geraknya...

Dan Aku hanya mengerti...



Sandarkan keinginanku dengan keadaan ini,
Akan terlihat sama
"TANPA SANDARAN"...