About Me

Foto saya
Indonesia
Analytic person, Fantastic dreamer, Sensitive feeling, but actually I am kind, friendly and fun

Rabu, 04 Desember 2013

Kamis, 21 November 2013

Semifinalis setaun lalu

Iseng searching nama sendiri di google..
Kejadian setahun lalu ada dokumentasinya toh :p






-I'm awesome as always-


Rabu, 23 Oktober 2013

Kosong

Mungkin inilah prediksi kaum kapitalis menggambarkan serdadu pilar-pilar yang tidak seberapa.. Bersinonim dengan mekanisme mesin atau robot. Juga termasuk aku didalamnya tentunya.
Aku rindu rumah. Ingin tanah tapi yang benar-benar berwarna coklat dan mencium harumnya setelah air hujan meresap. Aku rindu udara yang tidak membuat hidung pedas ketika menghirupnya berlebihan. Hingar bingar pasar. Benar-benar tidak menginginkan racun apapun mengelilingi kegiatan kecil hari per hari.

Ternyata benar, kita terkecilkan dalam labirin kita sendiri. Realitas kemudian mengkotak-kotakkan harapan fana dalam fatamorgana semu. Entah bagaimana kita diperdaya pada kebutuhan.

Ahh, andai saja jiwa ini bisa berzinnah sedikit saja. Menikmati pelacuran imajinasi, fantasi, atau apapun yang bisa biasanya mereka lakukan. Dan tidak juga Tuhan memberikan potongan takdir pada mereka. Misalnya setingkat lebih miskin atau sedikit celaka. Tidak. Mereka bahkan sangat baik-baik saja.
Kalau bukan karena kita meyakini adanya surga secara berlebihan.

Maka, jangan pernah pertanyaan tentang keadilan di ranah ini. Kita bukan peri di zama ke-kini-an. Yang mungkin bisa berbagi kasih dengan manusia yang mungkin baik - yang kau yakini.

Mungkin serapah, benci, patah hati. karena (lagi-lagi) kita bukan peri.

Lalu mungkin Tuhan ikut bingung ingin mengabulkan doa yang mana....

Senin, 22 Juli 2013

KAMU ADA

Dan
Betapa hebatnya doa kamu..

Membuat aku benar-benar terjaga,
ada saja tetibanya pengawasan yang super,
disertai nafas yang menjadi sesak,
dan aku
bagai arwah penasaran yang diam tapi lelah dilintasi berbagai rasa tak terdeskripsi..

Tanpa kuantitas, mereka datang dan pergi..
Perubahan empiris membuat persepsi juga turut berubah..
Arah berubah..
Jalan berubah..
Khayalan berubah..
Idealisme turut paling belakang..
Segala probalitas berkecemuk membentuk kegetiran tak tertahan...
Kemudian lepas tanpa alasan..

Semoga kamu nyata...

Minggu, 27 Januari 2013

Perbincangan 2 cicak (2)



Di sudut kamar dengan latar belakang yang sama,
dan setting waktu yang sama,
namun pada hari yang berbeda..
Keduanya berhadapan juga bertemu dalam pertautan,
Tapi kali ini dalam air muka yang lebih ringan..


“Kau membentangkan harapanmu di setiap malam,
Memangnya itu mujarab?”

“Entahlah, mungkin agar hari esok masih tetap bernyawa.”

“Kali ini bisakah kau berhenti berfikir,
berhenti merasa cemas,
Tidak perlu getir akan hal yang memang belum kita ketahui.”

“Ya. Kau mungkin tahu.
Kita bertiga menjadi saksi setiap kecemasan kita masing-masing.
Tapi tahukah kau, menurutmu mengapa kita harus merubah rencana Tuhan?”

“Karena setiap dari kita adalah makhluk berkeinginan.
Kita memiliki freewill.”

“Ya benar, dan andai saja keinginan itu tidak pernah tumbuh.
Baiklah kita sepakat tidak lagi membahas keterlemparan.
Kali ini kita bercerita tentang pembekalan saja.
Aku telah melihat fenomena orang terdekat,
tidak juga bisa melepaskan semua aksesoris yang telah menempel pada diri kita.”

“Aku memiliki kisah,
Kisah di dalam kisah atau sebut saja semacam bingkai di dalam bingkai.
Ini tentang sisi pertahanan.
Di langit kamar yang berbeda saat itu,
aku melihat lampu kamar yang pernah padam.
2 hari 2 malam nampak tidak ingin dihidupkan.
Seseorang duduk sendirian, sesekali terdengar isakan.
Dia tidak berani melangkah keluar,
mungkin saat itu dia sedang hancur.
Keesoknya dia jalani dengan begitu saja.
Dia tampak menyedihkan,
bukan lagi tentang uang koin atau apa yang bisa dikumpulkan.
Dia hanya membagi apa yang ada.
Membagi dan membagi hingga kecil-pun adalah peluang.
Selepas dari itu ia tetap merasa menyedihkan.
Ia butuh lebih banyak cara tapi ia kehabisan akal.
Tinggallah energi dan otot-otot yang melekat yang ia punya.
Ia enggan menangis, enggan berbagi.
Baginya memang tidak pernah ada solusi.
Ia hanya berharap bahwa ia masih boleh berharap.
Kakinya digunakan menapaki kilometer yang hanya bisa dihitung dengan kesabaran.
Ia tetap meyakini Tuhan Maha Melihat.
Adalah hari-hari yang dilalui tidak lagi beraturan.
Hingga akhirnya fisiknya drop.
Tidak lagi bisa bertahan setelah berbulan-bulan.
Tidak ingin menjadi beban terlalu lama,
Ia merasa raganya ikut menyerah.
Sudah. Terkadang jalan Tuhan harus menyudutkan.
Atau setidaknya cara untuk menafsirkan isyarat Tuhan.
Dia tidak ingin menyalahkan yang lain
atau siapa yang membuatnya begitu.
Yang kini hilang mungkin diambil yang lain
karena tidak punya cukup banyak pembekalan.”

“Kini aku percaya,.. manusia dirancang untuk terluka..”


Perbincangan 2 cicak (1)



Pukul sebelas malam,
Disana, di sudut langit-langit kamar mereka saling bertatap.
Tidak bergerak dalam isyarat..
Kupandangi keduanya,
menatap tajam. Seolah tidak boleh diusik.
Percakapan macam apa yang tengah memenuhi keseriusan mereka.
Menyelami raut keduanya, menangkap sisi persepsi melempar pertautan.


..........
“Tidak bisakah kau berhenti memperbincangkan tentang hiruk pikuk dunia,
Kau tidak bisa mengubahnya, kau punya daya apa?
Semua tercipta untuk dilalui begitu saja”.

“Idealisme ini tengah membunuhku.
Tidakkah kau muak dengan kehidupan di luar sana.
Mereka pasti tidak merasakan daging yang melekat pada tubuhnya.
Apa mereka fikir tubuhnya itu hanya tulang-belulang beradu sengit dan nyilu
sehingga lupa akan lidah dan air liur yang merupakan satu kesatuan?!
Menurutmu,
apakah dunia ini diciptakan agar kita terdidik menjadi penjilat??
Kenapa sulit sekali bagiku melebur dalam jiwa peranakan semacam itu.”

“Hahahaha.. Kau ini seperti bayi yang baru saja belajar merangkak.
Hal semacam itu memang nyata adanya.
Kau tahu persis dalam teori, kau pernah mengalami langsung yang lebih berat daripadanya. Apalagi yang kau permasalahkan?
Terima saja itu sebagai sebuah pentabiatan.
Makhluk hina seperti kita tidak punya pengaruh apa-apa.
Kita harus berbuat agar terbuktikan. Atau kau pilih diam agar terselamatkan.
Dan Kau,
kau fikir dirimu itu siapa.
Kelemahan melumuri warna coklat-penuh-mu itu.
Sudahlah.. Terkadang perendahan diri mengantarkan kita pada altar peninggian.”


“Begitukah? Tampak dengan mudahnya kau berucap.
Sekarang jelaskan padaku bagaimana aku bertahan,
dalam setiap detik yang harus terlewat,
dalam setiap nafas yang terasa mencekat?! Beritahu aku!
Kau tahu, Mereka bilang mereka tidak mau mengerdilkan jiwa yang ingin besar,
mereka bilang aku bebas menjadi apa saja dengan caraku sendiri.
Kemudian sedetik saja baru berlalu,
mereka menginginkan aku dibentuk dengan apa yang mereka pinta.
Sesekali menjadi bahan olokan, atau menjadi pelampiasan.
Aku pun anggap ini delusi kekerdilan milik mereka.
Kemudian ini menjadi repetisi monotonisasi polemik.
Mereka mungkin lupa kalau aku terlalu muda!
Kau tahu, rasanya aku ingin melemparkan cairan kimia kepada wajah-wajah impulsif itu.
Atau sekedar berteriak meninggikan suara,
menampar setiap wajah fantasi,
atau memotong menjadi irisan kecil penuh sayatan kepada ular pemakan sesamanya.
Bagaimana menurutmu, apakah aku masih waras?”

“Hahahaha, apa ada yang menyebutmu gila?
Mereka hanya ingin tahu sampai ke inti seperti apa kau sesungguhnya.
Tetaplah menjadi salju di tengah gurun pasir.
Kau putih meskipun berbeda.
Kau berani beku di tengah panasnya api neraka.”


Lihat,
Dia sudah tertidur, mungkin lelah memahami percakapan kita.
Mungkin dalam lajur persimpangan yang mendambakan kekuatan.
Andai saja dia tidak melihat percakapan kita.
Dan andai saja dia melihat percakapan dua biota gigantis melata..
.......