About Me
- Adhiestfhee
- Indonesia
- Analytic person, Fantastic dreamer, Sensitive feeling, but actually I am kind, friendly and fun
Minggu, 27 Januari 2013
Perbincangan 2 cicak (1)
Pukul sebelas malam,
Disana, di sudut langit-langit kamar mereka saling bertatap.
Tidak bergerak dalam isyarat..
Kupandangi keduanya,
menatap tajam. Seolah tidak boleh diusik.
Percakapan macam apa yang tengah memenuhi keseriusan mereka.
Menyelami raut keduanya, menangkap sisi persepsi melempar pertautan.
..........
“Tidak bisakah kau berhenti memperbincangkan tentang hiruk pikuk dunia,
Kau tidak bisa mengubahnya, kau punya daya apa?
Semua tercipta untuk dilalui begitu saja”.
“Idealisme ini tengah membunuhku.
Tidakkah kau muak dengan kehidupan di luar sana.
Mereka pasti tidak merasakan daging yang melekat pada tubuhnya.
Apa mereka fikir tubuhnya itu hanya tulang-belulang beradu sengit dan nyilu
sehingga lupa akan lidah dan air liur yang merupakan satu kesatuan?!
Menurutmu,
apakah dunia ini diciptakan agar kita terdidik menjadi penjilat??
Kenapa sulit sekali bagiku melebur dalam jiwa peranakan semacam itu.”
“Hahahaha.. Kau ini seperti bayi yang baru saja belajar merangkak.
Hal semacam itu memang nyata adanya.
Kau tahu persis dalam teori, kau pernah mengalami langsung yang lebih berat daripadanya. Apalagi yang kau permasalahkan?
Terima saja itu sebagai sebuah pentabiatan.
Makhluk hina seperti kita tidak punya pengaruh apa-apa.
Kita harus berbuat agar terbuktikan. Atau kau pilih diam agar terselamatkan.
Dan Kau,
kau fikir dirimu itu siapa.
Kelemahan melumuri warna coklat-penuh-mu itu.
Sudahlah.. Terkadang perendahan diri mengantarkan kita pada altar peninggian.”
“Begitukah? Tampak dengan mudahnya kau berucap.
Sekarang jelaskan padaku bagaimana aku bertahan,
dalam setiap detik yang harus terlewat,
dalam setiap nafas yang terasa mencekat?! Beritahu aku!
Kau tahu, Mereka bilang mereka tidak mau mengerdilkan jiwa yang ingin besar,
mereka bilang aku bebas menjadi apa saja dengan caraku sendiri.
Kemudian sedetik saja baru berlalu,
mereka menginginkan aku dibentuk dengan apa yang mereka pinta.
Sesekali menjadi bahan olokan, atau menjadi pelampiasan.
Aku pun anggap ini delusi kekerdilan milik mereka.
Kemudian ini menjadi repetisi monotonisasi polemik.
Mereka mungkin lupa kalau aku terlalu muda!
Kau tahu, rasanya aku ingin melemparkan cairan kimia kepada wajah-wajah impulsif itu.
Atau sekedar berteriak meninggikan suara,
menampar setiap wajah fantasi,
atau memotong menjadi irisan kecil penuh sayatan kepada ular pemakan sesamanya.
Bagaimana menurutmu, apakah aku masih waras?”
“Hahahaha, apa ada yang menyebutmu gila?
Mereka hanya ingin tahu sampai ke inti seperti apa kau sesungguhnya.
Tetaplah menjadi salju di tengah gurun pasir.
Kau putih meskipun berbeda.
Kau berani beku di tengah panasnya api neraka.”
Lihat,
Dia sudah tertidur, mungkin lelah memahami percakapan kita.
Mungkin dalam lajur persimpangan yang mendambakan kekuatan.
Andai saja dia tidak melihat percakapan kita.
Dan andai saja dia melihat percakapan dua biota gigantis melata..
.......